BAB 12 PERLINDUNGAN KONSUMEN
Pengertian
Konsumen
Konsumen adalah
setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik
bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan. Konsumsi, dari bahasa Belanda consumptie, ialah
suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu
benda, baik berupa barang maupun jasa, untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan
secara langsung. Jika tujuan pembelian produk tersebut untuk dijual kembali
(Jawa: kulakan), maka dia disebut pengecer atau distributor. Pada masa sekarang
ini bukan suatu rahasia lagi bahwa sebenarnya konsumen adalah raja sebenarnya,
oleh karena itu produsen yang memiliki prinsip holistic marketing sudah
seharusnya memperhatikan semua yang menjadi hak-hak konsumen
Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
Upaya perlindungan konsumen di tanah air didasarkan
pada sejumlah asas dan tujuan yang telah diyakini bias memberikan arahan dalam
implementasinya di tingkatan praktis. Dengan adanya asas dan tujuan yang jelas,
hukum perlindungan konsumen memiliki dasar pijakan yang benar-benar kuat. Asas
perlindungan konsumen . Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 2, ada lima
asas perlindungan konsumen.
•Asas manfaat Maksud asas ini adalah untuk
mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen
harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingankonsumen dan pelau
usaha secara keseluruhan.
•Asas keadilan Asas ini dimaksudkan agar partisipasi
seluruh rakyat bias diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada
konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknyadan melaksanakan kewajibannya
secara adil.
•Asas keseimbangan Asas ini dimaksudkan untuk
memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan
pemerintah dalam arti material maupun spiritual. d.Asas keamanan dan
keselamatan konsumen.
•Asas keamanan dan keselamatan konsumen Asas ini
dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada
konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang
dikonsumsi atau digunakan.
•Asas kepastian hukum Asas ini dimaksudkan agar baik
pelaku usaha maupun konsumen menaati hokum dan memperoleh keadilan dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.
Tujuan Perlindungan Konsumen
Dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 3, disebutkan
bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah sebagai berikut. • Meningkatkan
kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri. •
mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses
negatif pemakaian barang dan/atau jasa. • Meningkatkan pemberdayaan konsumen
dalam memilih, dan menuntut hak- haknya sebagai konsumen. • Menciptakan sistem
perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan
informasi serta akses untuk mendapatkan informasi. • Menumbuhkan kesadaran
pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap
yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha. • Meningkatkan kualitas
barang/jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan jasa,
kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Hak dan Kewajiban Konsumen
Hak Konsumen adalah : -Hak atas kenyamanan, keamanan
dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa -Hak untuk memilih
barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai
dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan -Hak atas
informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa -Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau
jasa yang digunakan -Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut -Hak untuk mendapat
pembinaan dan pendidikan konsumen -Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara
benar dan jujur serta tidak diskriminatif -Hak untuk mendapatkan kompensasi,
ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang/atau jasa yang diterima tidak
sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya -Hak-hak yang diatur
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban konsumen adalah : -membaca atau mengikuti
petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau
jasa, demi keamanan dan keselamatan -beritikad baik dalam melakukan transaksi
pembelian barang dan/atau jasa -membayar dengan nilai tukar yang disepakati
-mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Hak pelaku usaha adalah : -hak untuk menerima
pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; -hak untuk mendapatkan perlindungan
hukum dari tindakan konsumen yang beritikat tidak baik; -hak untuk melakukan
pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaiakan hukum sengketa konsumen; -hak
untuk rehabilitasi nama baik apbila terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
-hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban pelaku usaha adalah : -beritikad baik dalam
melakukan kegiatan usahanya; -memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan
penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan; -memperlakukan atau melayani konsumen
secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; -menjamin mutu barang
dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan
standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku; -memberi kesempatan kepada
konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta
memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang
diperdagangkan; -memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas
kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan; -memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila
barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian.
Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku
Usaha
Ketentuan mengenai perbuatan yang dilarang bagi
pelaku usaha diatur dalam Pasal 8 – 17 UU PK. Ketentuan-etentuan ini kemudian
dapat dibagi kedalam 3 kelompok, yakni: -larangan bagi pelaku usaha dalam
kegiatan produksi (Pasal 8 ) -larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan
pemasaran (Pasal 9 – 16) -larangan bagi pelaku usaha periklanan (Pasal 17) Mari
kita bahas satu per satu. Yang pertama ialah larangan bagi pelaku usaha dalam
kegiatan produksi. Ada 10 larangan bagi pelaku usaha sesuai dengan ketentuan
Pasal 8 ayat (1) UU PK, yakni pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau
memperdagangkan barang dan/atau jasa yang: -tidak memenuhi atau tidak sesuai
dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
-tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam
hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
-tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan
menurut ukuran yang sebenarnya; -tidak sesuai dengan kondisi, jaminan,
keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau
keterangan barang dan/atau jasa tersebut; -tidak sesuai dengan mutu, tingkatan,
komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana
dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut; -tidak
sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau
promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut; -tidak mencantumkan tanggal
kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas
barang tertentu; -tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal,
sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label; -tidak memasang
label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi
bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat
sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan
yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat; -tidak mencantumkan informasi
dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Tiap bidang usaha diatur oleh ketentuan tersendiri.
Misalnya kegiatan usaha di bidang makanan dan minuman tunduk pada UU No. 7
Tahun 1996 tentang Pangan. Tak jarang pula, tiap daerah memiliki pengaturan
yang lebih spesifik yang diatur melalui Peraturan Daerah. Selain tunduk pada
ketentuan yang berlaku, pelaku usaha juga wajib memiliki itikad baik dalam
berusaha. Segala janji-janji yang disampaikan kepada konsumen, baik melalui
label, etiket maupun iklan harus dipenuhi. Selain itu, ayat (2) dan (3) juga
memberikan larangan sebagai berikut: (2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan
barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi
secara lengkap dan benar atas barang dimaksud. (3) Pelaku usaha dilarang
memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan
tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar. UU
PK tidak memberikan keterangan yang jelas mengenai apa itu rusak, cacat, bekas
dan tercemar. Bila kita membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah-istilah
tersebut diartikan sebagai berikut: Rusak: sudah tidak sempurna (baik, utuh)
lagi. Cacat: kekurangan yang menyebabkan nilai atau mutunya kurang baik atau
kurang sempurna. Bekas: sudah pernah dipakai. Tercemar: menjadi cemar (rusak,
tidak baik lagi) Ternyata cukup sulit untuk membedakan rusak, cacat dan
tercemar. Menurut saya rusak berarti benda tersebut sudah tidak dapat digunakan
lagi. Cacat berarti benda tersebut masih dapat digunakan, namun fungsinya sudah
berkurang. Sedangkan tercemar berarti pada awalnya benda tersebut baik dan
utuh. Namun ada sesuatu diluar benda tersebut yang bersatu dengan benda itu
sehingga fungsinya berkurang atau tidak berfungsi lagi.
Klausula Baku Dalam Perjanjian
Klausula baku adalah setiap syarat dan ketentuan yang
telah disiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pengusaha
yang dituangkan dalam suatu dokumen atau perjanjian yang mengikat dan wajib
dipenuhi oleh konsumen. Memang klausula baku potensial merugikan konsumen
karena tak memiliki pilihan selain menerimanya. Namun di sisi lain, harus
diakui pula klausula baku sangat membantu kelancaran perdagangan. Sulit
membayangkan jika dalam banyak perjanjian atau kontrak sehari-hari kita selalu
harus mernegosiasikan syarat dan ketentuannya.
Di dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999,
pelaku usaha dalam menawarkan barang dan atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap
dokumen dan atau perjanjian, antara lain :
1. Menyatakan pengalihan tanggung
jawab pelaku usaha ;
2. Menyatakan bahwa pelaku usaha
berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen ; 3. Menyatakan
bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas
barang dan atau jasa yang dibeli konsumen ;
4. Menyatakan pemberian kuasa dari
konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk
melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli
konsumen secara angsurang ;
5. Mengatur perihal pembuktian
atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen
;
6. Memberi hak kepada pelaku usaha
untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang
menjadi objek jual beli jasa ;
7. Menyatakan tunduknya konsumen
kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan atau
pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen
memanfaatkan jasa yang dibelinya ;
8. Menyatakan bahwa konsumen
memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai,
atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Hukum tentang tanggung jawab produk ini termasuk
dalam perbuatan melanggar hukum tetapi diimbuhi dengan tanggung jawab mutlak
(strict liability), tanpa melihat apakah ada unsur kesalahan pada pihak pelaku.
Dalam kondisi demikian terlihat bahwa adagium caveat emptor (konsumen
bertanggung jawab telah ditinggalkan) dan kini berlaku caveat venditor (pelaku
usaha bertanggung jawab). Istilah Product Liability (Tanggung Jawab Produk)
baru dikenal sekitar 60 tahun yang lalu dalam dunia perasuransian di Amerika
Serikat, sehubungan dengan dimulainya produksi bahan makanan secara
besar-besaran. Baik kalangan produsen (Producer and manufacture) maupun penjual
(seller, distributor) mengasuransikan barang-barangnya terhadap kemungkinan
adanya resiko akibat produk-produk yang cacat atau menimbulkan kerugian tehadap
konsumen. Produk secara umum diartikan sebagai barang yang secara nyata dapat
dilihat, dipegang (tangible goods), baik yang bergerak maupun yang tidak
bergerak. Namun dalam kaitan dengan masalah tanggung jawab produser (Product
Liability) produk bukan hanya berupa tangible goods tapi juga termasuk yang
bersifat intangible seperti listrik, produk alami (mis. Makanan binatang
piaraan dengan jenis binatang lain), tulisan (mis. Peta penerbangan yang
diproduksi secara masal), atau perlengkapan tetap pada rumah real estate (mis.
Rumah).
Selanjutnya, termasuk dalam pengertian produk
tersebut tidak semata-mata suatu produk yang sudah jadi secara keseluruhan,
tapi juga termasuk komponen suku cadang. Bahkan dilihat dari konvensi tentang
product liability di atas, berlakunya konvensi tersebut diperluas terhadap
orang/badan yang terlibat dalam rangkaian komersial tentang persiapan atau
penyebaran dari produk, termasuk para pengusaha, bengkel dan pergudangan.
Demikian juga dengan para agen dan pekerja dari badan-badan usaha di atas.
Tanggung jawab tersebut sehubungan dengan produk yang cacat sehingga menyebabkan
atau turut menyebabkan kerugian bagi pihak lain (konsumen), baik kerugian
badaniah, kematian maupun harta benda.
Sanksi
Sanksi Bagi Pelaku Usaha Menurut Undang-undang No. 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Sanksi Perdata : Ganti rugi dalam
bentuk : • Pengembalian uang atau • Penggantian barang atau • Perawatan
kesehatan, dan/atau • Pemberian santunan Ganti rugi diberikan dalam tenggang
waktu 7 hari setelah tanggal transaksi Sanksi Administrasi : maksimal Rp.
200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat
(2) dan (3), 20, 25 Sanksi Pidana : Kurungan : • Penjara, 5 tahun, atau denda
Rp. 2.000.000.000 (dua milyar -rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17
ayat (1) huruf a, b,c, dan e dan Pasal 18 • Penjara, 2 tahun, atau denda
Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan
17 ayat (1)huruf d dan f Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8
Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit
berat, cacat tetap atau kematian Hukuman tambahan , antara lain : • Pengumuman
keputusan Hakim • Pencabuttan izin usaha; • Dilarang memperdagangkan barang dan
jasa ; • Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa; • Hasil Pengawasan
disebarluaskan kepada masyarakat .
SUMBER :
http://adimanpangaribuan.blogspot.com/2012/06/pengertian-konsumen.html
http://jaggerjaques.blogspot.com/2011/05/klausula-baku-dalam-perjanjian.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar