Kamis, 02 April 2015

Hukum Perikatan

BAB 4 HUKUM PERIKATAN

1.  Pengertian Hukum Perikatan
Pengertiannya perikatan dapat terjadi jika sudah melalui perjanjian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dan menimbulkan suatu hak dan kewajiban. Dan sumber hukum perikatan adalah Perjanjian dan Undang – Undang. 3 Hal yang harus diketahui dalam mendefinisikan suatu perjanjian:
   • Adanya suatu barang yang akan diberi.
   • Adanya suatu perbuatan.
   • Bukan merupakan suatu perbuatan.

Dalam melakukan Perjanjian sah harus disyaratkan pada: Bebas dalam menentukan suatu perjanjian. Cakap dalam melakukan suatu perjanjian. Isi dari perjajian itu sendiri. Perjanjian dibuat harus sesuai dengan Undang – Undang yang berlaku.

2.  DASAR HUKUM PERIKATAN
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
  • Perikatan yang timbul dari persetujuan ( perjanjian )
  • Perikatan yang timbul dari undang-undang
  • Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela ( zaakwaarneming )



Sumber perikatan berdasarkan undang-undang :
   a) Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
   b) Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
   c) Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.

3. ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERIKATAN
Asas-asas dalam hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut asas kebebasan berkontrak dan asas konsensualisme.
   a. Asas Kebebasan Berkontrak asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuat.
   Dengan demikian, cara ini dikatakan system terbuka, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjian dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, dengan pembatasan
   perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan.
   b. Asas Konsensualisme adalah perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.

4. Wanprestasi dan Akibat dalam Hukum Perikatan

Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan. Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni:
   1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
   2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
   3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
   4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Akibat-akibat Wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni
1.       Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi) Ganti rugi sering diperinci meliputi tinga unsure, yakni:  a. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak; b. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor; c. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
2.       Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata. Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
3.       Peralihan Risiko Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.

5. Terhapusnnya Hukum Perikatan

Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :  a. Pembayaran merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela;  b. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan; c. Pembaharuan utang; d. Perjumpaan utang atau kompensasi; e. Percampuran utang; f. Pembebasan utang; g. Musnahnya barang yang terutang; h. Batal/pembatalan; i. Berlakunya suatu syarat batal; j. Lewat waktu


SUMBER:
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/06/hukum-perikatan-15/
https://abaslessy.wordpress.com/2012/10/26/hukum-perikatan-dan-perjanjian/
http://cahyalfc.blogspot.com/2013/04/hukum-perikatan.html

https://ibelboyz.wordpress.com/2011/10/19/252/

Hukum Perdata

BAB 3 HUKUM PERDATA

1. Hukum Perdata yang Berlaku di Indonesia
Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari’at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.

Hukum adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan pemberlakuannya berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya. Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum.

Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya. Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum tersebut juga memengaruhi bidang hukum perdata, antara lain: Sistem hukum Anglo-Saxon (yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya dan negara-negara persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya Amerika Serikat), sistem hukum Eropa kontinental, sistem hukum komunis, sistem hukum Islam dan sistem-sistem hukum lainnya.

Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan. Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW) yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan asas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia-Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian.

Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian yaitu:
• Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan disahkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
• Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
• Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang(KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
• Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian. Sistematika yang ada pada KUHP tetap dipakai sebagai acuan oleh para ahli hukum dan masih diajarkan pada fakultas-fakultas hukum di Indonesia.

2. SEJARAH SINGKAT HUKUM PERDATA
Dalam sejarahnya hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yang disusun berdasarkan hukum Romawi ‘Corpus Juris Civilis’yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Pada saat Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diterapkan di negeri Belanda yang masih digunakan terus-menerus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813) Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER namun sayangnya KEMPER meninggal dunia 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia.

Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu: • BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda). • WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]. Kodifikasi ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda

3. PENGERTIAN dan KEADAAN HUKUM DI INDONESIA

Hukum perdata secara etimologi terdiri dari dua kata yaitu hukum dan perdata. Hukum berarti aturan, undang-undang atau norma. Sedangkan perdata ialah hubungan orang yang satu dengan yang lain. Jadi bisa disimpulkan bahwa hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan orang yang satu dengan yang lainnya. Berikut beberapa pengertian dari hukum perdata yaitu:
• Hukum Perdata ialah ketentuan yang mengatur hak-hak dang kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat.
• Hukum Perdata ialah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain dgn menitik beratkan pada kepentingan perseorangan.
• Hukum Perdata ialah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam memenuhi kebutuhannya

Hukum Perdata dalam arti luas adalah bahwa hukum sebagaimana tertera dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW), Kitab Undang-undang Hukum Dagang (WvK) serta undang-undang tambahan yaitu undang-undang mengenai Koperasi, dan undang-undang nama perniagaan. Hukum Perdata dalam arti sempit adalah hukum perdata sebagaimana terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW).

Semenjak Indonesia merdeka hingga saat ini, sistem hukum di Indonesia mengalami banyak perubahan. Perubahan ini sangat erat kaitannya dengan perubahan sistem politik yang terjadi. Pada masa orde lama, Indonesia menganut sistem politik demokrasi liberal. Demokrasi liberal adalah sistem politik yang melindungi secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah. Dalam demokrasi liberal, keputusan mayoritas haruslah tidak melanggar hak-hak individu seperti yang tercantum dalam konstitusi.
Demokrasi yang dianut pada masa itu adalah demokrasi terpimpin yang cenderung otoriter. Akibatnya, sistem hukum yang dianutpun cenderung hukum yang konservatif, yakni suatu sistem hukum yang memberikan kekuasaan yang cukup besar kepada pemimpin dalam membuat produk-produk hukum.
Setelah kekuasaan orde lama berakhir, munculah sebuah dinasti baru dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia yang disebut orde baru. Dinasti baru lahir dengan semangat untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni. Namun sekali lagi, orde baru melaksanakan kepemimpinan secara otoriter.
Sehingga sistem hukum pada masa itu tidak jauh berbeda dengan orde sebelumnya. Pada tahun 1998, Indonesia memasuki era baru setelah mundurnya Presiden Soeharto dari tampuk kekuasaan. Era Reformasi, begitulah orang Indonesia menyebutnya.
Bangsa indonesia memandang bahwa era reformasi ini merupakan saat yang tepat untuk membenahi tatanan kehidupan bangsa. Pembenahan hukum adalah agenda penting dalam era ini. Langkah awal yang dilakukan adalah melakukan amandemen terhadap UUD 45 karena UUD 45 merupakan hukum dasar yang menjadi acuan bernegara dalam segala bidang.
Setelah itu, dilakukanlah pembenahan dalam pembuatan perundang-undangan, baik yang mengatur bidang baru maupun penyesuaian peraturan lama dengan tujuan reformasi. Dewasa ini, kita hidup sebagai bagian dari era reformasi. Pada era ini, sudah berkali-kali terjadi perubahan tampuk kekuasaan.
Mulai dari Prof. BJ Habibie yang seorang ilmuwan hingga pemimpin saat ini, SBY, yang merupakan seorang yang berasal dari kalangan militer. Namun bisa dikatakan bahwa mereka semua belum mampu untuk menciptakan sebuah kondisi hukum yang benar-benar adil. Saat ini, kita masih seringkali mendengar kabar tentang bagaimana seorang rakyat kecil “dijauhkan” dari keadilan hukum yang seharusnya mereka dapatkan.

Prita misalnya, seorang terpidana kasus dugaan pencemaran nama baik Rs. Omni Internasional. Ada kejanggalan dalam putusan kasasi Mahkamah Agung dalam kasus ini. Dimana adanya pertentangan antara putusan kasasi pidana dan perdata Prita. Dalam putusan perdata, Prita dinyatakan tidak terbukti melakukan pencemaran nama baik dan dibebaskan dari membayar denda kepada Rs. Omni Internasional. Sementara dalam putusan pidana, Prita justru terbukti bersalah dan divonis enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun.

4. SISTEMATIKA HUKUM PERDATA DI INDONESIA

Sistematika Hukum Perdata menurut ilmu pengetahuan dibagi dalam 4 bagian yaitu:
1. Hukum Perorangan atau Badan Pribadi (personenrecht) Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang seseorang manusia sebagai pendukung hak dan kewajiban (subyek hukum),tentang umur,kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum,tempat tinggal(domisili) dan sebagainya.
2. Hukum Keluarga (familierecht) Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum yang timbul karena hubungan keluarga / kekeluargaan seperti perkawinan,perceraian,hubungan orang tua dan anak,perwalian,curatele,dan sebagainya.
3. Hukum Harta Kekayaan (vermogenrecht) Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum seseorang dalam lapangan harta kekayaan seperti perjanjian,milik,gadai dan sebagainya.
4. Hukum Waris(erfrecht) Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang benda atau harta kekayaan seseorang yang telah meninggal dunia,dengan perkataan lain:hukum yang mengatur peralihan benda dari orang yang meninggal dunia kepada orang yang masih hidup.


SUMBER :
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Indonesia
http://sejarahhukum.blogspot.com/2012/10/pengertian-dan-sejarah-hukum-perdata.html
http://dianmei.wordpress.com/2012/03/11/pengertian-sejarah-hukum-perdata/
http://sekarmadji.wordpress.com/2012/03/10/kondisi-hukum-di-indonesia/

http://vherachiil.blogspot.com/2012/05/sistematika-hukum-perdata-di-indonesia.html 

Subjek dan Obyek Hukum

BAB 2 SUBJEK DAN OBJEK HUKUM

1. Pengertian Subjek Hukum
Subyek hukum ialah pemegang hak dan kewajiban menurut hukum. Dalam kehidupan sehari-hari  yang menjadi subyek hukum dalam sistem hukum Indonesia, yang sudah barang tentu bertitik tolak dari sistem hukum Belanda, ialah individu (orang) dan badan hukum (perusahaan, organisasi, institusi). Dalam dunia hukum subyek hukum dapat diartikan sebagai pembawa hak.

Subjek Hukum dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Manusia (naturlife persoon)
Menurut hukum, tiap-tiap seorang manusia sudah menjadi subyek hukum secara kodrati atau secara alami. Anak-anak serta balita pun sudah dianggap sebagai subyek hukum. Manusia dianggap sebagai hak mulai ia dilahirkan sampai dengan ia meninggal dunia. Bahkan bayi yang masih berada dalam kandungan pun bisa dianggap sebagai subyek hukum bila terdapat urusan atau kepentingan yang menghendakinya.
Namun, ada beberapa golongan yang oleh hukum dipandang sebagai subyek hukum yang "tidak cakap" hukum. Maka dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum mereka harus diwakili atau dibantu oleh orang lain. seperti: a) Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa, atau belum menikah. b) Orang yang berada dalam pengampunan yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk, pemboros

b. Badan Hukum (recht persoon)
Badan hukum adalah suatu badan yang terdiri dari kumpulan orang yang diberi status "persoon" oleh hukum sehingga mempunyai hak dan kewajiban. Badan hukum dapat menjalankan perbuatan hukum sebagai pembawa hak manusia. Seperti melakukan perjanjian, mempunyai kekayaan yang terlepas dari para anggotanya dan sebagainya. Perbedaan badan hukum dengan manusia sebagai pembawa hak adalah badan hukum tidak dapat melakukan perkawinan, tidak dapat diberi hukuman penjara, tetapi badan hukum dimungkinkan dapat dibubarkan.

2. Pengertian Objek Hukum
Objek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi suatu objek dalam hubungan hukum. Misalkan benda-benda ekonomi, yaitu benda-benda yang untuk dapat diperoleh manusia memerlukan “pengorbanan” dahulu sebelumnya. Sebaiknya benda-benda “non ekonomi” tidak termasuk objek hukum karna untuk memperoleh benda-benda non ekonomi tidak diperlukan sebuah pengorbanan mengingat benda-benda tersebut dapat diperoleh secara bebas.

Objek hukum dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
a. Benda Bergerak , pengertian benda bergerak adalah benda yang menurut sifatnya dapat berpindah sendiri atau dapat dipindahkan. Benda bergerak dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
• Benda Bergerak Karena Sifatnya
Contoh: perabotan rumah, meja, mobil, motor dll
• Benda Bergerak Karena Ketentuan UU
Benda yang tidak berwujud, yang menurut UU dimasukkan kedalam kategori benda bergerak.
Contoh: saham, oblihasi, cek, tagihan-tagihan dll
b. Benda tidak Bergerak, pengertian benda tidak bergerak adalah penyerahan benda tetapi dahulu dilakukan dengan penyerahan secara yuridis. Dalam hal ini untuk menyerahkan suatu benda tidak bergerak dibutuhkan suatu perbuatan hukum lain dalam bentuk akta balik nama.

Benda tidak bergerak dibedakan menjadi 3 yaitu:
• Benda tidak bergerak karena sifatnya
Tidak dapat berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain atau biasa dikenal dengan benda tetap.
• Benda tidak bergerak karena tujuannya
Tujuan pemakaiannya: Segala apa yang meskipun tidak sungguh-sungguh digabungkan dengan tanah atau bangunan untuk mengikuti tanah atau bangunan itu untuk waktu yang agak lama.
Contoh: Mesin-mesin dalam suatu pabrik
• Benda tidak bergerak karena kententuan UU
Segala hak atau penagihan yang mengenai suatu benda yang tidak bergerak.
Contoh: kapal dengan bobot 20M kubik (pasal 314 KUHPer).

3. HAK KEBENDAAN YANG BERSIFAT SEBAGAI PELUNASAN HUTANG
Hak kebendaan yang bersifat sbg pelunasan hutang (hak jaminan) adalah hak jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan kewenangan untuk melakukan eksekusi kepada benda yang yang dijadikan sbg jaminan jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).
Dengan demikian hak jaminan tidak dapat berdiri karena hak jaminan merupakan perjanjian yang bersifat tambahan dari perjanjian pokoknya, yakni perjanjian hutang piutang (perjanjian kredit).

Macam-macam Pelunasan Hutang
a. Jaminan UMUM
Pelunasan hutang dgn jaminan umum didasarkan pada pasal 1131KUH perdata dan pasal 1132KUH perdata. Dalam pasal 1131KUHperdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik yang ada maupun yang akan ada baik bergerak maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya. Sedangkan pasal 1132KUHperdata menyebutkan harta kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditur yang memberi hutang kepadanya.

Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan umum, apabila telah memenuhi persyaratan antara lain :
• Benda tersebut bersifat ekonomis (dpt dinilai dgn uang)
• Benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak lain.

b. Jaminan KHUSUS
Pelunasan hutang dgn jaminan khusus merupakan hak khusus pd jaminan tertentu bagi pemegang Gadai, Hipotik, dan Hak Tanggungan.

1. GADAI
Dalam pasal 1150KUHperdata disebutkan bahwa gadai adalah hak yang dioeroleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu hutang.
Sifat-sifat gadai yakni :
• Gadai adalah untuk benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud
• Gadai bersifat accesoir, artinya merupakan tambahan dari perjanjian pokok yg dimaksudkan untuk    menjaga jangan sampai debitur itu lalai membayar hutangnya kembali.
• Adanya sifat kebendaan
• Syarat inbezits telling, artinya benda gadai harus keluar dari kekuasaan pemberi gadai atau benda gadai diserahkan dari pemberi gadai kepada pemegang gadai.
• Hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri.
• Hak preferensi
• Hak gadai tidak dapat dibagi-bagi, artinya sebagian hak gadai tidak akan menjadi hapus dengan dibayarnya sebagian dari hutang oleh karena itu gadai tetap melekat atas seluruh bendanya.

Objek gadai adalah semua benda bergerak dan pada dasarnya bisa digadaikan baik benda bergerak berwujud maupun benda bergerak yang tdk berwujud. Adapula hak pemegang gadai yakni si pemegang gadai mempunyai hak selama gadai berlangsung dan pemegang gadai berhak untuk menjual benda yang digadaikan atas kekuasaan sendiri.

2. HIPOTIK
Hipotik berdasarkan pasal 1162KUHPerdata adalah suatu hak kebendaan atas benda tidak bergerak untuk mengambil pengganti dari padanya bagi pelunasan suatu perhutangan.

Adapula sifat-sifat hipotik sebagai berikut :
• Bersifat accesoir yakni seperti halnya dengan gadai
• Mempunyai sifat zaaksgevolg yaitu hak hipotik senantiasa mengikuti bendanya dalam tagihan tangan siapapun benda tersebut berada dalam pasal 1163 ayat 2 KUH perdata.
• Lebih didahulukan pemenuhannya dari piutang yang lain berdasarkan pasal 1133-1134 ayat 2 KUH perdata.
• Objeknya benda-benda tetap

3. HAK TANGGUNGAN
Berdasarkan pasal 1 ayat 1 undang-undang hak tanggungan (UUTH), hak tanggungan merupakan hak jaminan atas tanah yang dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan suatu satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang dan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreidut-kreditur lain.

Dengan demikian UUTH memberikan kedudukan kreditur tertentu yang kuat dgn ciri sebagai berikut:
• Kreditur yang diutamakan terhadap kreditur lainnya
• Hak tanggungan tetap mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek tersebut atau selama perjanjian pokok belum dilunasi.
• Memenuhi syarat spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
• Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.
Benda yang akan dijadikan jaminan hutang yang bersifat khusus harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
• Benda tersebut dapat bersifat ekonomis (dapat dinilai dgn uang)
• Benda tsb dpt dipindah tangankan haknya pada pihak lain
• Tanah yang akan dijadikan jaminan ditunjukan oleh undang-undang.
• Tanah-tanah tsb sudah terdaftar dalam daftar umum bersetifikat berdasarkan peraturan pemerintah no.29 tahun 1997 tentang pendaftaran.
Objek hak tanggungan yaitu :
• Hak Milik (HM)
• Hak Guna Usaha (HGU)


SUMBER :
http://id.wikipedia.org/wiki/Subyek_hukum
http://kylyaprayudha.blogspot.com/2011/03/pengertian-objek-hukum-objek-hukum.html
http://lirin021206.wordpress.com/2011/03/06/hak-kebendaan-yang-bersifat-sebagai-pelunasan-hutang-hak-jaminan/

Pengertian Hukum dan Hukum Ekonomi

BAB 1 PENGERTIAN HUKUM DAN HUKUM EKONOMI

1. PENGERTIAN HUKUM
Hukum adalah suatu sistem yang dibuat oleh manusia untuk membatasi tingkah laku manusia dapat terkontrol, hukum adalah aspek terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan, hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat.

2. TUJUAN HUKUM
Tujuan hukum mempunyai sifat universal seperti ketertiban, keamanan, kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan dalam tata kehidupan masyarakat.

3. SUMBER-SUMBER HUKUM
Sumber hukum dapat dilihat dari segi:
1) SUMBER HUKUM MATERIAL
Sumber hukum materiil adalah dari mana tempat materiil itu diambil. Sumber hukum materiil ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan sosial, hubungan kekuatan politik, situasi sosial ekonomi, tradisi, hasil penelitian ilmiah, perkembangan internasional, keadaan geografis dll.
2) SUMBER HUKUM FORMAL
Merupakan tempat atau sumber dari mana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Yang diakui umum sebagai sumber hukum formal ialah UU, perjanjian antar Negara, yurisprudensi, dan kebiasaan.
Sumber-sumber hukum formal ialah:
1. Undang-undang (statute)
2. Kebiasaan (costum)
3. Keputusan-keputusan hakim
4. Traktat (treaty)
5. Pendapat sarjana hukum (doktrin)

3. KODIFIKASI HUKUM
Kodifikasi hukum adalah pembukuan jenis-jenis hukum dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap. Ditinjau dari segi bentuknya, hukum dapat dibedakan atas :
A. HUKUM TERTULIS (statute law, written law) Hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan-peraturan.
B. HUKUM TAK TERTULIS (unstatutery, unwritten law) Hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundangan (hukum kebiasaan).


UNSUR-UNSUR DARI SUATU KODIFIKASI:
a) Jenis-jenis hukum tertentu
b) Sistematis
c) Lengkap TUJUAN

KODIFIKASI HUKUM TERTULIS UNTUK MEMPEROLEH:
a) Kepastian hukum
b) Penyederhanaan hukum
c) Kesatuan hukum

CONTOH KODIFIKASI HUKUM DI INDONESIA:
a) Kitab undang-undang Hukum Sipil (1 mei 1848)
b) Kitab undang-undang Hukum Dagang (1 mei 1848)
c) Kitab undang-undang Hukum Pidana (1 januari 1918)
d) Kitab undang-undang Hukum Acara Pidana (31 desember 1981)

4. KAIDAH atau NORMA
Tujuan norma adalah untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik aman dan tertib, sehingga dapat tercipta kehidupan bermasyarakat yang rukun dan saling menghargai.
Contoh jenis dan macam-macam norma :
a) Norma sopan santun
b) Norma agama
c) Norma hukum

5. PENGERTIAN EKONOMI
Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari masyarakat dalam usahanya untuk mencapai kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan masyarakat yang tidak ada batasnya dengan alat pemuasnya yang terbatas.

HUKUM EKONOMI
Hukum ekonomi terbagi menjadi 2 yaitu:
1. Hukum ekonomi pembangunan, yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi. (misalnya hukum perusahaan dan hukum penanaman modal)
2. Hukum ekonomi sosial, yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi secara adil dan merata, sesuai dengan hak asasi manusia. (misal hukum pemburuhan dan hukum perumahan).

SUMBER:
http://vanezintania.wordpress.com/2011/02/28/kodifikasi-hukum/
http://newcyber18.blogspot.com/2012/05/pengertian-hukum.html

http://hukum-on.blogspot.com/2012/06/pengertian-ekonomi-dan-hukum-ekonomi.html